Disuatu sore saya menatap langit awan yang menghitam bergumpalan, pijakan kedua kaki menuntun saya ke salah satu tempat yang menyimpan banyak sejarah Kota Palembang. Sejauh mata memandang banyak pengunjung yang mendatangi daerah tersebut untuk melihat suasana sekitar untuk berfoto maupun berbelanja dan terlihat pula banyak anak-anak yang berlarian, bercanda tawa dengan riang gembira pada saat itu.
Tak luput pula terlihat kumpulan pedagang yang sibuk menjajakan dagangannya yang memenuhi sebagian pelataran di lokasi itu, mulai dari pedagang makanan hingga mainan. Aktivitas disini mulai ramai, jika sudah memasuki waktu senja hingga malam hari. Membuat lokasi tersebut menjadi tempat favorit, karena berdekatan dengan salah satu jembatan terpanjang yang ada di indonesia yaitu Jembatan Ampera Benteng Kuto Besak (BKB), itulah nama tempat yang menjadi tujuan saya pada saat itu untuk mendatangi salah satu tempat kuliner yang ada di lokasi tersebut yaitu Kapal Apung.
Sesuai dengan namanya, Kapal Apung ialah kapal yang berbahan material kayu yang sudah dimodifikasi dengan sedemikian rupa untuk para pengunjung menyantap makanan. Kapal Apung sendiri terletak di pinggiran Sungai Musi. Uniknya, tempat makan ini berbeda dengan tempat makanan pada umumnya, lokasi penyajian makanan tepat di dalam kapal yang sedang menepi di pinggiran Sungai Musi. Suasananya memang sedikit berbeda, ketika menyantap makanan di tempat ini, kita akan merasakan hembusan angin serta goyongan kapal yang dapat kita rasakan pada saat kita berada di dalam kapal.
“Makanan yang disajikan ialah makanan Khas Palembang yaitu pempek hingga kuliner model dan tekwan pun tersedia,” tuturnya saat menjelaskan tentang keunikan Kapal Apung.
Berkat rasa penasaran saya, setelah menyantap makanan, saya pun menghampiri seorang pemilik Kapal Apung yang bernama Merry perempuan yang akrab disapa dengan Cek Merry untuk bertegur sapa sekaligus berbincang-bincang mengenai asal usul Kapal Apung.
Tepatnya pada tahun 2004 pada masa pemerintahan Ir. H. Eddy Santana Putra, M.T. yang kala itu menjabat sebagai Walikota Palembang usaha kuliner ini mulai di geluti oleh seorang perempuan yang mempunyai empat orang anak itu yang dalam arti lain usaha ini sudah dirintis kurang lebih selama 17 tahun. Sebelum memulai usaha Kapal Apung ini, Merry sempat mengaku sebelum ia membuka usaha Kapal Apung ia juga pernah berjualan di pelataran BKB membuka lapak yang luasnya kurang lebih 1×1 meter untuk berjualan minuman.
Seperti kata pepatah “Hidup Bagaikan Roda Berputar” kunjungan Walikota Palembang beberapa tahun lalu ke tepian Suungai Musi memberi ide kepada masyarakat sekitar untuk menghidupkan Sungai Musi, agar bisa menarik wisatawan dari kalangan luar maupun dalam negeri. Merry juga mengaku pengunjung yang pernah menghampiri dan menyantap makanannya itu tidak hanya orang lokal saja melainkan sampai warga negara tetangga seperti Malaysia. Tak ayal usaha Cek Merry menjadi inspirasi bagi warga lain untuk turut membuka usaha Kapal Apung tersebut.
“Jika saya tidak menekuni usaha ini, tidak mungkin untuk saya bisa membantu perekonomian keluarga serta bisa membiayai anak saya untuk melanjutkan pendidikan hingga bangku perkuliahan,” ujar perempuan (47) yang duduk sambil bersuara rendah.
Sembari menghela nafas, Cek Merry menceritakan sedikit dukanya selama 17 tahun menekuni usaha kuliner dari tangannya yang luka menahan derasnya ombak sungai saat ingin menyebrangi untuk pulang ke rumah, hingga merasakan banyaknya sisa makanan dikarenakan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang menyebabkan sepinya pengunjung dikala itu. Ia juga menjelaskan baru sekitar lima bulan lalu usahanya kembali sedikit normal seperti biasanya, yang mana pengunjung kembali berdatangan untuk menikmati usaha kuliner yang ditekuninya.
“Tak selalu menguntungkan, apalagi pada masa pandemi COVID-19 melanda Indonesia, membuat turunnya omset khususnya pada saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) banyak Satpol PP yang berjaga di area ini untuk membubarkan para pengunjung,” tutupnya.
Muhammad Pebriansyah