LPMFITRAH.COM – Mungkin kejadian pada 24 September 2019 akan selalu melekat dihati dan dipikiran seluruh masyarakat Sumatera Selatan (SUMSEL), terkhususnya para mahasiswa yang mengikuti aksi Aliansi Sumsel Melawan yang berorasi di depan pagar gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) SUMSEL Selasa, (24/9/2019).
Berawal dari edaran seruan aksi di beberapa media sosial, dengan mengusung tagline “Tuntaskan Reformasi”. Aliansi Sumsel Melawan menuntut sejumlah penolakan terhadap suatu kebijakan pemerintah yaitu, Menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), Revisi Undang-undang (UU) Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK), RUU ketenagakerjaan, RUU pertanahan, kriminalisasi aktivis diberbagai sektor, dan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani isu lingkungan.
Radja Rahmadhani selaku koordinator aksi Aliansi Sumsel Melawan menuturkan, aksi tersebut diikuti oleh 9 Perguruan Tinggi yang berada di Sumsel dan organisasi masyarakat lainnya berkumpul dengan satu suara. Untuk menyampaikan sikap dan aspirasi terkait permasalahan di Negeri ini yang tak kunjung usai malah makin menjadi.
“Dalam menyampaikan aspirasi masyarakat, kami tidak akan lelah. Sampai titik darah pengabisan akan selalu diperjuangkan, dalam hal ini pemerintah dinilai sudah gagal dalam menjalankan roda pemerintahan,” tuturnya.
Demonstrasi yang awalnya berjalan kondusif akhirnya mulai terjadi gesekan antara mahasiswa dengan aparat kepolisian. Kejadian dimulai saat para peserta aksi menyampaikan orasinya sambil ingin memarkirkan mobil yang membawa mereka, di parkirkan tepat tengah-tengah depan pintu gerbang gedung DPRD.
Belum sampai di tengah, aparat kepolisian malah langsung memukul mundur para peserta aksi sambil menembakan gas air mata kearah mereka, tak hanya itu watercanon pun ditembakan kearah mereka juga.
Caesar Sophan Aditya selaku perwakilan dari Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) mengatakan, pemicu terjadinya bentrokan tersebut diklaim bukan dari kalangan mahasiswa. Ada kelompok lain yang menyusup ke massa mahasiswa dan memicu terjadinya bentrokan tersebut. Sehingga tindakan represif berupa penganiayaan fisik dari aparat yang berupaya memukul mundur massa tak terhindarkan lagi.
“Untuk oknum pemicu ricuh bukan dari pihak mahasiswa. Kami sudah tahu orangnya, ada orang-orang luar. Berapa orang tidak bisa dipastikan,” kata dia.
Saat polisi menembakan gas air mata, massa yang mulanya terkonsentrasi di depan pagar gedung DPRD Sumsel mulai terpecah belah. Para koordinator aksi yang semula berada di atas mobil komando pun turut berlari meninggalkan kendaraan. Namun saat massa mulai kembali berkumpul, mobil komando sudah dalam keadaan rusak.
Sementara itu saat dimintai keterangan, Kapolresta Palembang Komisaris Besar (KOMBES) Didi Hayamansyah, S.H., S.I.K ., M.H menolak untuk diwawancarai.
“Maaf saya sedang sibuk,” ujarnya.
Massa yang tadinya berhamburan untuk menyelamatkan diri, akhirnya kembali lagi datang dan berkumpul membentuk barisan sambil menyuarakan aspirasi mereka. Bagaikan durian runtuh yang mereka nanti-nantikan akhirnya datang juga setelah menunggu kurang lebih 5 jam. Akhirnya Perwakilan dari DPRD Sumsel keluar dan menemui massa.
Ketua DPRD sementara RA. Anita Noeringhati, SH., MH mengatakan, akan menyampaikan aspirasi mahasiswa ke DPR. Terutama tuntutan dan menolak RUU KUHP, KPK, UU Minerba, hingga UU Pertanahan.
“Sebagai wakil rakyat kami siap menyuarakan aspirasi kalian sampai ke DPR RI. Kami akan tetap mengawal apa yang kalian suarakan,” ujarnya.
Akhirnya para perwakilan dari Aliansi Sumsel Melawan masuk ke gedung DPRD dan membuat tulisan berupa tuntutan diatas materai dan ditanda tangani oleh Ketua DPRD sebagai bukti kongkret DPRD Sumsel siap mengawal aspirasi yang tertuang di perjanjian tersebut.
“Untuk korban jiwa akibat dari kerusuhan ini, saya bersama pemerintah provinsi Sumsel siap bertanggung jawab dan mengganti rugi semua kerusakan yang ada sesuai dengan UU yang berlaku,” pungkasnya.
Reporter: Pebriansyah
Editor : Habibdr