Malam itu hujan terus menguyuri jalan dimana aku menampakkan kaki.
aku terus berlari diderasnya hujan dan terus maju tanpa melihat kesekelilingku. Aku baru menyadari bahwa malam ini adalah malam terakhir dimana aku melupakan segala yang terjadi saat lalu. lalu memulai dari melihat sekeliling dan berubah menjadi orang yang benar-benar berbeda.
“Brukk…..”, suara itu terdengar menghantam seorang wanita yang tegah berlari
“Akhh……..”rintihanku, namun terasa perih dengan perlahan kesadaranku hilang
Banyak suara tangisan dan terus menyebut-nyebut namaku. Dan aku terus merasakan bila di dekatku bukan mereka saja, namun berbeda. Ya, dia akan menjemputku atau hanya singgah untuk melihatku seperti tak berdaya tersebut, dia tersenyum namun senyum yang membuatku bergidik ngeri. Lalu dia perlahan mendekat dan mengulurkan tanggannya padaku, lalu aku terhipnotis untuk meraihnya.
2 minggu lalu
“Lestari…. kamu mau kemana?”ujar Reza
”Ke perpustakaan, kenapa”jawabnya singkat
“Gue boleh ikut juga gk?”tanyanya lagi
“Boleh…”
Tiba diperpustakaan sangat sepi karena semua siswa pada kekantin di jam istirahat, namun ada segelintir siswa yang hobi menghabiskan waktu diperpustaan dikarenakan susasananya yang henting. Termaksud aku dalam golongan mereka yang selalu mencari tempat yang tenang bertimbang dibandingkan teman-temanku yang lain selalu nongkrong di kantin bila jam seperti ini.
”Seperti hari yang telah berlalu aku tetap sama??”suara halus menerpa indera pendengaranku
“Rez,,,lo denger suara gk tadi?”tanyaku yang membuat Reza tersentak kaget, Reza hanya mengeleng pelan.(aneh sekali lirih ku didalam hati).
Aku kembali tenang dengan buku yang ku baca hingga suara bel yang terdengar nyaring ditelingga sehingga mengharuskan kami berdua kembali ke kelas. Terlihat teman ku telah menduduki kursi masing-masing. Kelas pun usai, semua murid berhambur keluar kelas,namun karna kami siswa kelas tiga akan tetap disekolah meski jam sekolah telah usai. kami mendapat tambahan les setiap harinya menjelang Ujian Nasional. Sebab itulah kami sering pulang sore terkadang sampai malam datang kerumah.
Namaku Pita Lestari dan teman-temanku sering memanggil ujung namaku saja, aku anak tunggal dari keluarga biasa saja namun sebelum aku memasuki SMA bunda telah meninggalkanku terlebih dahulu. Sedangkan ayahku pergi ketanah kelahiranku dan meninggalkan aku sendirian namun dibalik pahit hidup ini. Namun aku masih tetap bersyukur ada nenek dan bibiku yang sangat menyanyangiku hingga sekarang.
Pelajaran pun usai, namun karna aku masih banyak tugas belum ditulis. Oleh sebab itulah aku menulisnya terlebih dahulu sebelum aku pulang bersama Reza sahabat kecilku.
“Ri… aku ambil motor dulu ya nanti aku kesini lagi, cuman lima menit kok?”ujarnya menyakiniku. Dan aku hanya mampu menganguk karna masih terfokus dengan tulisan yang ada didepan.
“Kriettttt…. “suara pintu berbunyi, namun aku masih tetap tidak bergeming sama sekali, dua, kali sampai suara, hingga ketiga kalinya aku pun turut bersuara.
“Rez, lo jangan main-main deh…gw lagi fokus banget!!!”marahku terdengar nyaring di dalam kelas. Tiba-tiba, aku melihat kepintu kelas tidak ada siapa-siapa selain aku sendiri. Aku berdiri dan mengambil buku secepat kilat hingga depan pintu ternyata Reza datang
“Nah, kenapa cepat banget nulisnya?”tanya Reza, namun aku masih diam membisu dan cepat-cepat pergi dari kelas tersebut. Sejak kejadian tersebutlah aku semakin hari semakin takut keluar rumah. Meski hanya dari suara di luar rumah hinga penampakan bayang-bayang saja, Aku takut namun aku sulit sekali berkata kepada mereka bahwa aku memang aneh atau bagaimana .
Malam dimana aku koma selama 3 hari atau semacam pribahasa keluargaku yaitu mati suri. namun darahku masih mengalir sehingga sampai detik aku tersadar dari keajaiban bahwa dunia itu mempunyai sisi lain selain dunia kita saat ini.
aku mengikuti bayang putih bersinar tersebut kemana ia akan menuntunku kesuatu tempat yang didalamnya sangat ramai orang-orang berjalan tanpa berdesakan. Aku terkagum melihat pohon yang begitu indah lengkap dengan buah yang tidak aku ketahui jenisnya, namun aku sangat yakin buah itu sangatlah enak. Entah mengapa rasa ingin mengambil itu tidak ada selain cuman kagum dengan tempat ini. Aku sekedar tersenyum kearah ciptaan keindahan tuhan ini, orang-orang yang tersenyum bahagia lengkap dengan baju serba putih tanpa ada jahitan seperti yang kita kenakan (cukup aku yakini itu seperti kain lengkap dengan penutup yang indah tanpa ada warna sedikitpun kecuali tumbuhan dan hewan yang benar2 mempunyai warna yang begitu lembut). Aku terus berjalan tanpa ada satu pun mengenal dari mereka yang lewat. Tiba disuatu tempat hamparan penuh dengan bunga dan rumput hijau tanpa ada satupun orang ataupun hewan berkeliaran di sana. Aku hanya melihat selintas warna indah namun aku kurang yakin itu apa.
“Siapa dirimu? dan apa yang membuatmu yakin masuk di wilayah yang sulit untuk orang lewati!!!”seberkas cahaya menanyaku, sedetik kemudian aku menyadari hal yang aneh.
“Aku hanya manusia rendah, namun entah apa yang kucari sehinga aku terus berjalan kearah sini tanpa melihat ada lagi orang-orang lagi selain aku dan dirimu bercahaya indah yang pertama kali ku lihat”jawabku penuh tanya yang mengatung kearahnya, kemudian dia menuntunku kearah lain beranjak dari tempatku sebelumnya.
“Tetaplah disini jangan pernah ingin melangkah jauh karena kamu belum saatnya berada disini?”ujarnya
Sedetik kemudian tanpa disadari aku telah berada di sebuah Aula dengan pintu bersusun indah berukirkan motif emas putih yang megah. Diantara banyak ‘pintu tersebut salah-satunya memancarkan cahaya terang, namun aku tetap berdiri ditempat tanpa ada gerak sedikitpun. Aku hanya melihat sosok yang kusebut apa yang aku yakini itu bukanlah manusia atau makhluk hidup yang pernah kutemui. Karena aku benar-benar tidak tahu dan baru pertamakali melihatnya. Dia besar, indah, namun bak Iblis dalam buku novel yang sering kubaca.Satu pandanganku yang tertujuh padanya, sebuah senjatan tanjam sejenis celurit namun terlihat besar berbentuk bulan sabit. Sangat sulit tuk diterjemahkan. Dia terus memegang benda tersebut sambil berjalan perlahan kearahku, Perlahan dia terus mendekat namun aku tidak bisa pergi kemana-mana karena dalam sebuah Aula besar tanpa ada cela kecuali beribu pintu didepanya.
“Pilih salah satu pintu dan yakinilah dengan penuh pertimbangan yang bijak”ujarnya berbicara padaku
“Kau siapa? dan untuk apa aku memilih pintu namun tidak tau arah aku akan berlabuh”jawabku dengan nada sedih namun tetap memandang lekat kearahnya.
“karena mereka menunggumu, ini bukan tempat seharusnya kau berkeliaran seakan mengambang tanpa arah seperti mereka yang benar-benar telah sampai”ujarnya padaku.
Aku terpaku namun lambat laun aku mendengar suara indah yang benar-benar kukenali yaitu suara nenek yang seakan menuntunku kearah pintu. Secepat kilat aku berlari menuju satu pintu penuh cahaya putih dan aku terus berlari lalu semua hilang.
Lantunan doa-doa terdengar ditelingaku. Badan dan seluruh inderaku sangat amat sakit dan perih. Perlahan-lahan mataku terbuka dan membuatku menitihkan air mata. Tepat disekelilingku duduk berjejer keluagaku dengan mata sembab. Dengan suara serak, perlahan aku mencoba membuka suara, namun terasa sulit
“Ne….k, aku se…di..kit lapar”ujarku perlahan. Sontak membuat keluargaku termaksud nenek menghentikan kegiatan mereka. Hingga nenek berakhir memelukku dengan erat. Aku tau aku tidak akan pergi secepat itu. BIla mereka akan menyayangiku seperti ini, aku tetap tersenyum dengan wajah pucat. selang oksigen dan infuspun turut ada di sebagian tubuhku. entah apa yang kuucapkan. Sedikit lucu, saat baru terbangun dari kematian. Namun itu menjadi suatu pelajaran yang sangat berharaga. Karen aku tahu tempat tersebut memang ada, namun belum dipastikan neraka atau surganya.
Kalian tahu seluruh tubuhku sulit digerakkan, setelah rawat jalan dirumah selama hari pertama dan hari kedua aku terbangun. Aku hanya bisa menggeret atau membawa tubuhku dengan tangganku untuk dapat berjalan kearah mana aku ingin pergi. Tiga hari kemudian yang kalian sulit percaya aku bisa berjalan normal dan mampu berlari seperti atlet dengan badan ringan tanpa ada beban sedikitpun.
Cukup percaya dan yakini bahwa kehidupan itu mempunyai batas tertentu. Namun itu tidak diketahui kapan dan apakah yang akan terjadi. Cukup menerima dan menjalaninya sebaik dan sebijak mungkin.
Penulis : Ayu Lestari
Editor : Ikral Sawabi